Selasa, 31 Maret 2015

Jarak

Jarak kita jauh sekali
Beda kota, beda provinsi
Sudah beberapa bulan tidak ada komunikasi
Tidak ada kabar

Tapi aneh
Aku pergi ke gunung, ada pojok pojok kenangan mu
Aku pergi ke pantai, ada ngiang ucapan perkataan mu

Mungkin jarak kita tidak benar benar jauh
Atau hanya aku saja yang merasa tidak jauh
Dan kamu malah sebaliknya

Seberapa jauh jarak kita
Sebarapa lama kita berpisah
Aku akan selalu mendekatkan kita
Lewat kedua tangan ku yang terangkat
Lewat lafalan doa
Dan lewat sujud ku

Aku akan mengadukan mu pada yang memilikimu
Aku akan menitipkan mu pada yang memilikimu
dan
Aku akan meminta mu juga pada Nya

31 Maret
Dan kamu masih belum ada kabar

Sabtu, 28 Maret 2015

Roda Kehidupan

Beberapa hari ini rasanya aku pengen pergi jaaaauuuuhhhh banget. Atau kalau bisa masuk ke dalam bumi atau pergi pake pintu ajaibnya doraemon.
Entahlah, beberapa hari ini aku merasa tidak memiliki sesuatu yang sedang diperjuangkan, sesuatu yang menjadi alasan bertahan hidup bahkan sesuatu yang memberikan semangat.
Sekilas teman yang mendengar keluhanku langsung berkata jangan bunuh diri. Hahaha.... Aku belum mencapai depresi parah kok.
Tinggal dirumah selama 3 bulan ini. Tidak melakukan aktivitas apa apa. Aku bosan sekali. Bosan, kesepian menjadikan mood ku labil sekali, mudah marah. Aku menyesal secepatnya resign di twmpat kerja ku saat pengumuman cpns keluar.
Tidak ada aktivitas, tidak ada warna hidup. aku merasa tidak berkembang, tidak bermanfaat dan ilmu ku ketinggalan jauh oleh teman teman ku.
Belum lagi dengan pertanyaan calon. Semakin membuatku malas keluar rumah.
Udah akhir maret dan kabar darimu pun tak kunjung datang. Jangan tanya berapa kali namamu ku ucap dalam doa ku, berapa ribu menit pikiranku yang terisi oleh kamu. Tapi kamu bahkan sampai saat ini belum terdebgar kabar. Pengen banget balikan aja lah sama yang udah pasti tapi keyakinan ku udah terlanjur nunggu kamu. Menyebalkan, iya. Kamu nambah moodswing ku gak karuan.
Bahkan macetnya kaca mobil aja bisa bikin aku manyun seharian, kucing rumah berburu bunglon trus cmn dijadiin maenan, kucingnya abis aku omelin.
Pengen nangis, marah, kesel, bosan, sepi semuanya bercampur.

Minggu, 08 Maret 2015

Impian dan cita-cita

Ketika mendengar kabar mengenai teman-teman saya yang melanjutkan sekolah baik didalam negeri maupun diluar negeri, rasanya iri sekali.

Ketika mendapat jadwal adanya seminar internasional atau event event internasional, saya ingin sekali mengikuti acara acara tersebut. Datang dengan membawa hasil penelitian, tampil sebagai presenter untuk paparan ilmiah.

Ketika melihat rekan saya mengabdi di perbatasan Indonesia, bercerita bagaimana nikmatnya mengabdi di daerah terpencil walaupun segala terbatas, rasanya saat itu juga saya ingin mendaftarakan diri sebagai tenaga kesehatan yang siap mengabdi untuk kepada masyarakat.

Ketika membaca kisah kisah berprestasi lainnya, rasanya banyak sekali hal yang menjadi cita cita dan impian saya.

Itu pemikiran saya ketika kuliah. Memikirkan karir dan cita cita diri sendiri.

Selepas menyelesaikan kuliah profesi, ketika akan memutuskan bekerja ternyata banyak kenyataan yang bisa jadi menghambat cita cita saya tapi hal itu tidak dapat saya abaikan begitu saja.

Orang tua
Ketika saya beranjak dewasa, saat saat saya bisa menentukan hidup saya sendiri, orang tua saya beranjak memasuki usia lanjut.
Adik saya harus kuliah diluar kota, dan karena kami hanya dua bersaudara permintaan yang diinginkan ibu bapak sepertinya terlihat mudah tapi ternyata membuat saya harus sempat memaksa sedikit kabur. Meminta agar bekerja di kota kelahiran dan tinggal dirumah. Ketika seperti itu cita cita untuk pergi ke daerah terpencil tertunda sudah (tertunda karen saya masih berharap kesempatan lain akan diberikan oleh Allah SWT).
Ketika akan mewujudkan keinginan lain yaitu melanjutjan studi, kembali hal ini menjadi keputusan yang tidak mudah. Ibu bapak menginginkan agar saya menikah terlebih dahulu. Sepertinya syarat mudah tapi sampai sekarang saya belum dapat memenuhi syarat itu.
Dahsyatnya doa dan izin orang tua mengantarkan saya menjadi abdi negara untuk kota kelahiran saya. Anugerah sekaligus salah satu cara agar saya tidak bekerja jauh dari rumah.

Kenyataan lain yang saya dapatkan pembelajarannya adalah hidup lebih banyak berkah dan rahmatnya ketika kita sudah menikah. Pembelajaran yang menjadi penting ketika saya mengaji rutin setiap hari. Dan pembelajaran pembelajaran hidup ini menjadikan cita cita yang amat saya inginkan sekarang adalah menjadi seorang istri, seorang ibu sekaligus mengabdi menjadi seorang anak bagi orang tua saya.

Kadang saya berfikir kalau saya terlalu takut untuk mewujudkan mimpi mimpi besar saya ketika masih kuliah. Menjadi wanita berkarir bagus, pendidikan tinggi dan mandiri dalam berbagai bidang. Tapi ternyata itu cita cita duniawi saya saja. Ketika saya lebih banyak mendengar nasehat, bahagia itu tidak hanya dari duniawi, bermanfaat itu tidak hanya dari hal besar. Menciptakan generasi penerus yang beriman, beragama kuat, bermoral serta pengetahuan yang luas justru akan lebih bermanfaat. Bukankah cita cita saya yang sekarang juga berharga dan patut untuk diperjuangkan?.