Rabu, 07 September 2016

Satu hal yang menjadi prinsipku saat kita bertengkar adalah ketika kita menyelesaikannya harus tuntas tanpa unek-unek sehingga tidak akan menghantui masing-masing dari kita di masa depan.

Pertengkaran kemarin mungkin pertengkaran kita yang keberapa... Entahlah...
Rumah tangga memang bumbunya adalah pertengkaran. Setelah bertengkar aku merasa rasa cinta ku kepadamu makin makin dalam.

Aku tau dimasa lalu, kamu selalu memiliki pacar. Bahkan saat kita pengajuan menikah pun, pertanyaan berapa orang mantanmu dan jawabannya banyak. Lebih dari 20 orang.
Hahaha.... Aseeemm....
Kamu selalu berkata kepadaku bahwa aku wanita beruntung dan pilihan karena pada akhirnya kamu menikahi aku. Memilih aku untuk menjadi ibu dari anak-anak mu diantara wanita-wanita yang lain..m

Aku mencoba berdamai dengan masa lalu mu. Jika memang masa lalu mu itu pun mencoba berdamai dengan ku. Ya aku memang sempat harus menghadapi beberapa mantan wanita mu yang muncul dengan ketidakrelaan mereka karena kamu sudah menikah denganku. Pada akhirnya kamu tetap memilih aku. Memilih mengikuti keinginan aku untuk memutus semua jalur komunikasi dengan para mantan wanita mu.

Pertengkaran kemarin sebenarnya puncak dari kekesalan aku hari itu. Aku menemukan pematik api di saku seragam PDL mu. Kamu sudah berjanji akan berhenti merokok. Dan selama aku bertemu denganmu, tidak pernah sekali pun aku melihat mu merokok. Tapi tetap saja aku selalu takut jika kamu merokok lagi ketika di kantor atau ketika sedang tidak bersama aku.

Ketika menemukan pematik api itu, aku cium seragam mu. Tidak bau asap rokok memang. Tapi aku tetap saja kesal membayangkan kamu merokok. Terpikir olehku kalau bisa saja pematik rokok itu kamu pakai buat membakar sampah di kantor. Atau hal lainnya. Tapi aku tetap saja kesal.

Ketika kamu pulang, aku tanyakan padamu mengenai pematik api itu. Jawabanmu seperti perkiraanku. Pematik rokok itu punya junior mu. Kamu pinjam ketika jadwal kamu piket dan harus korve. Kamu menggunakannya untuk membakar sampah. Aku diam. Percaya. Tapi tetap aku kesal.

Aku masukkan kembali pematik api itu ke saku seragammu. Di saku yang lain aku menemukan buku saku. Penasaran. Kebiasaan jika aku menemukan buku saku kerja bapakku juga selalu aku baca isinya. Kepo dengan kegiatan sehari-hari kalian.
Baru aku buka buku sakumu, di depannya terselip fotomu dengan wanita. Dan di foto itu bukan aku wanitanya. Wanita dengan rok diatas lutut, berambut pendek, gigi di ortho, agak gemuk. Kalian berfoto mesra sekali. Kamu memakai seragam PDL mu, duduk di kursi. Dan si wanita duduk di pangkuan mu. Wanita itu mengenderkan kepalanya ke kamu. Tersenyum berdua. Sial.

Seketika ingin aku lempar buku saku itu. Aku tanya padamu. Ini foto siapa. Kamu menjawab bahwa itu foto kamu dengan mantanmu. Foto dulu. Waktu kamu awal masuk tentara. Ya memang aku liat pangkat mu yang ada di seragam masih pangkat yang dulu. Kamu menemukan buku saku itu ketika kemarin beres-beres isi barang yang kamu bawa ketika masih remaja. Karena harus bawa buku saku dan buku saku itu ada catatan-catatan penting, kamu memasukkannya ke seragam mu.
Di bagian belakang buku sakunya aku menemukan beberapa foto lain. Dengan wanita yang sama tetapi pose yang berbeda.
Aku diam. Memasukkan buku sakumu lagi ke seragam.

Dan tidak berapa lama aku menangis. Melihat aku menangis, kamu hanya diam. Dan akhirnya memilih menonton tv. Memindah mindah channel tv. Aku tau kamu bingung harus bagaimana.
Aku pindah ke kamar. Menangis lagi dan tidak berapa lama aku tertidur.
Ketika aku bangun, kamu tidak ada di ruang tv. Aku liat motor mu juga tidak ada. Teringat kalau hari itu aku baru makan pagi saja, aku makan. Solat isya. Lalu kembali ke kamar. Pukul 9 malam kamu pulang. Kembali menonton tv. Terdengar suara raket nyamuk yang kamu gunakan. Di ruang tv jika malam memang banyak nyamuk. Jam 11 aku keluar kamar. Ingin ke kamar mandi. Aku liat kamu tertidur di karpet. Aku kecilkan suara tv dan kamu terbangun. Hanya melihat ku. Aku masuk kamar lagi.

Pukul 12 kamu masih diam di ruang tv. Tv menyala tp suara dengkurmu terdengar. Aku keluar kamar. Kali ini aku berpura-pura ke kamar mandi. Kamu bangun. Aku sebal sama kamu. Tapi kasian jika kamu harus tidur diluar. Aku berkata kepadamu, kamu gak mau tidur? Iya sebentar lagi jawab mu.

Tak berapa lama kamu masuk kamar. Aku tidur dengan memunggungi mu. Pukul setengah 3 kamu bangun. Pergi ke mesjid karena hari itu jadwal kamu untuk tahajud di mesjid batalyon. Pukul 3 kamu pulang. Membangunkan ku untuk tahajud. Kemudian kamu menonton tv lagi.
Jam stnagh 4 kamu masuk kamar. Tiba tiba memeluk ku. Mengelus perutku sambil memanggil pelan kakak, sebutan untuk calon anak kita. Aku diam saja.

Paginya kamu mengantarkan aku untuk seminar. Aku tak banyak bicara. Setelah kamu pergi, aku berangkat bersama teman-teman ku. Sore hari aku baru pulang. Kamu menjemputku. Sepanjangan jalan kamu mencoba mengajak aku bicara.
Berbincang apapun yang aku jawab hanya seperlunya.

Sesampainya di rumah, aku tiduran. Badan ku terasa pegal semua. Kamu pamit ke mesjid solat magrib. Tidak berapa lama kamu pulang. Aku masih diam. Kamu pun diam. Bermain game di hp mu. Sampai terdengar adzan isya kamu pergi ke mesjid lagi dilanjutkan yasinan malam jumat. Setelah selesai solat isya, aku mengecek makanan di lemari makan dan dapur. Tidak berkurang sedikitpun sejak tadi pagi aku tinggalkan. Bahkan jumlah piring kotorpun tidak bertambah. Nasi pun utuh. Aku yakin kamu tidak makan seharian. Seketika aku merasa bersalah. Aku berniat datang ke asrama adalah agar kamu bisa terurus makan. Tapi gara-gara aku ngambek, walau makanan tersedia kamu malah tidak makan seharian.

Aku berfikir mungkin kamu makan di warung kompi atau jajan di koperasi. Aku ingat malam ketika kita bertengkar, ada beberapa puluh ribu rupiah di saku celana seragam PDL mu. Aku kembali mencari seragam PDL mu. Berharap uang itu berkurang sehingga rasa bersalahku pun bisa berkurang. Ternyata uang nya masih utuh. Bahkan jumlah uang logam dan permen nya pun tidak berkurang. Aku diam di ruang tengah. Seksama mendengarkan suara yasinan dari speaker mesjid. Berharap kamu segera selesai dan pulang.

Selang beberapa lama kamu pulang. Aku diam. Berat sekali membuka mulut untuk memulai bicara dengan mu. Ya seberat ego ku juga seberat kekesalan ku jika ingat foto itu. Aku paksakan membuka mulut. Aku tanya dengn ketus mengapa kamu tidak makan seharian. Kamu yang saat itu sudah di dapur. Berniat menghangatkan sayur sop yang kemarin di buat, kembali menengok ke ruang tengah. Tidak sempat makan jawab mu. Aku tau kamu berbohong. Bukan tidak sempat makan tapi memang kamu tidak ingin makan. Kegiatan mu hari itu hanya sampai siang. Setelah itu kamu tidur. Tidak mungkin tidak sempat makan.

Sayur sop nya jangan dimakan lagi. Itu yang kemarin. Aku khawatir basi karena semalam tidak aku panaskan. Aku meminta mu pergi membeli lauk di luar asrama saja. Kamu nurut. Pergi dan 15 menit kemudian sudah kembali. Aku ambilkan nasi dan air untuk mu. Kamu berfikir itu untuk aku makan sendiri. Kamu pergi ke dapur. Membawa piring sendiri. Masih dengan nada ketus, aku bilang nasi dan minum nya buat kamu. Aku masih kenyang. Kamu diam. Duduk di depan tv. Mengambil nasi yang aku siapkan.

Kebiasaanku jika kamu sedang makan adalah minta satu atau dua suap. Disuapin. Dan biasanya di awal kamu tidak mau menyuapi ku, walaupun pada akhirnya sih aku yang menang. Kali itu aku diam saja melihatmu makan. Tidak ingin disuapi. Kamu dengn sendirinya menawari satu suap yang aku tolak. Antara memang kenyang juga masih besar ego ku.

Setengah jam selesai makan, kamu mengajakku tidur di kamar. Kamu ada kegiatan lari maraton 10 km besok subuh. Tidak ingin tidur terlalu larut jawab mu ketika aku bilang tidurnya sebentar lagi. Aku matikan tv, ke kamar mandi dan masuk kamar. Kamu sudah memasang obat nyamuk elektrik di kamar (padahal biasanya aku yang melakukannya. Kamu sih biasanya main tidur aja). Dalam rangka ngebujuk ya? Hahaha.... Aku masuk kamar. Rebahan dan memunggungi mu. Aku berharap kamu mengajak aku bicara. Tapi 5 menit kemudian aku sudab mendengar nafas mu lebih cepat dari biasanya. Tanda kalau kamu sudah mulai memasuki fase tidak sadar.

Aku balikkan badan menghadap kamu. Nyess... Liat wajah kamu hampir terlelap. Wajah suami yang seharian tidak aku kasih senyuman dan besok sudah akan aku tinggalkan lagi. Aku tutup hidung kamu dan seketika kamu bangun. Kamu sadar bahwa itu pertanda aku sudah tidak marah kepada mu. Kamu tertawa. Dengan manis nya kamu mengikuti apa mau ku. Aku meminta mu minta maaf. Lalu aku minta kamu tidak menyimpan lagi barang-barang dari mantanmu. Atau jika memang menemukannya harus langsung dibuang. Foto yang aku temukanpun besok harus dibuang. Kamu mengikuti apa keinginanku. Mengelus perutku dan kemudian tertidur.

Sekali lagi aku bersyukur bahwa faktanya aku diberikan suami yang begitu penyabar menghadapi aku. Suami yang begitu baik bahkan saat aku sedang tidak baik.